PENGERTIAN FOTOGRAFIFotografi atau dalam bahasa Inggris: photography, terdiri dari dua buah kata Yunani yaitu φῶς (phōs) yang berarti cahaya dan γραφή (graphé) yang berarti garis atau gambar. Secara harfiah fotografi dapat bermakna “menggambar dengan cahaya” dalam Bahasa Indonesia. Fotografi sendiri dapat didefinisikan dengan menggunakan berbagai cara pandang, baik cara pandang seni, ilmu pengetahuan maupun aktivitas atau kegiatan. Hakikatnya fotografi merupakan sebuah proses merekam cahaya atau gelombang elektromagnetik tertentu pada sebuah medium tertentu (dapat berupa media kimia maupun elektronik) menjadi sebuah citra gambar yang bersifat tetap (durable) FOTOGRAFI SECARA EPISTIMOLOGISecara epistimologi kata photography diperkenalkan oleh Sir John Herschel dalam sebuah ceramah di Royal Society London, pada 14 Maret 1839 sehingga menyebabkan kata photography dikenal di dunia hingga saat ini. Secara tertulis istilah Photography pertama kali ditulis oleh Johann von Maedler pada surat karbar Jerman Vossische Zeitung pada 25 Februari.SUDUT PANDANG PENGETIAN FOTOGRAFIFotografi sebagai sainsFotografi sebagai sains mengacu pada bidang ilmu pengetahuan, seperti matematika,kimia, fisika dan komputer, yang menjadi dasar bagi keberadaan fotografi mulai dari masa awalnya hingga saat ini. Mekanisme kerja kamera, dinamika eksposure dan pengembangan medium kimia film ataupun digital harus benar seimbang dan digunakan sedemikian rupa oleh fotografer untuk menghasilkan gambar sesuai kebutuhan mereka.Ilmu fisika dalam fotografi memiliki peran mendasar yang memberikan pengaruh fundamental dalam perkembangan fotografi. Keberadaan lensa dikenal sejak jaman purbakala, namun secara tertulis lensa mulai diperkenalkan di Yunani Kuno, dalam sandiwara Aristophanes The Clouds (424 SM) yang menyebutkan sebuah gelas-pembakar (sebuah lensa cembung yang digunakan untuk memfokuskan cahaya matahari untuk menciptakan api). Selanjutnya Seneca the Younger (3 SM) menjelaskan efek pembesaran dari sebuah gelas bulat yang diisi oleh air. Perkembangan lensa secara ilmiah dalam aplikasinya dalam dunia fotografi dipublikasikan oleh ilmuan muslim berkebangsaan Arab Abu Ali al-Hasan Ibn Al-Haitham (965-1038) yang menulis buku berjudul Kitab al-Manazir (Book of Optic) yang didalamnya membahas mengenai teori optik pertama dan utama. Haitham menjelaskan bahwa lensa di mata manusia membentuk sebuah gambar di retina. Penyebaran penggunaan lensa tidak terjadi sampai penemuan kaca mata di Italia pada 1280-an. Mekanisme Kerja Kamera merupakan sejumlah mekanisme kerja mekanik yang dirancang sedemikian rupa untuk dapat mengatur waktu exposure dan membuka besar celah diagfragma sehingga memungkinkan pengaturan masuknya sejumlah cahaya tertentu sesuai kebutuhan pembentukan citra gambar pada media rekan (baik film maupun media digital) yang berada di dalam ruang gelap di bagian dalam kamera. Peran utama ilmu fisika dalam membuat sistem kerja pengaturan cahaya masuk ke dalam kamera adalah pada proses pengukuran cahaya dengan menggunakan alat pengukur cahaya yang secara umum dikenal dengan nama light meter. Pada film fotografi hitam-putih biasanya ada satu lapisan garam perak. Ketika butiran garam perak dikembangkan, ia diubah menjadi perak metalik yang menghambat cahaya dan muncul sebagai bagian hitam dari film negatif. Film berwarna menggunakan setidaknya tiga lapisan. Pewarna yang menyerap ke permukaan garam perak membuat kristal sensitif terhadap warna yang berbeda. Biasanya lapisan biru-sensitif berada di bagian paling atas, diikuti oleh lapisan hijau dan merah. Saat emngalami proses pengembangan, garam-garam perak dikonversi menjadi perak metalik (seperti halnya dalam film hitam-putih), namun dalam film berwarna reaksi bahan-bahan dalam proses pengembangan secara simultan menggabungkan bahan kimia yang dikenal dengan color couplers yang terdapat baik dalam film maupun dalam larutan pengembang membentuk citra gambar menjadi berwarna. Jenis film Fotografi dapat dikelompokan berdasar pada beberapa kriteria. Secara umum jenis film fotografi terdiri atas:
Proses merekam cahaya secara kimiawi dilakukan pada media plat, plastik, kertas ataupun kain. Sebelum digunakan untuk merekam cahaya, media perekam di berikan bahan-bahan yang sensitif terhadap cahaya yang disebut sebagai emulsi fotografi (photographic emulsion) sehingga memungkinkan terjadinya reaksi cahaya terhadapnya yang selanjutnya diproses untuk membentuk citra gambar. Emulsi fotografi adalah koloid yang sensitif terhadap cahaya yang terikat pada gelatin dan di tuangkan pada subtrat. Emulsi fotografi terdiri dari kristal perak halida (silver halida) terikat di gelatin dan dituangkan pada substrat berupa kaca, kertas film, plastik atau kain. Istilah emulsi dalam fotografi bukanlah makna emulsi sebenarnya, tetapi lebih bermakna sebagai suspensi dari partikel padat dalam cairan. Kata Emulsi kemudian menjadi istilah tetap yang digunakan digunakan dalam fotografi dan ilmu fotografi untuk menunjukkan makna kata emulsi yang kita kenal dalam ilmu fotografi saat ini. Solusi sensitisasi untuk proses gelatin non-perak, seperti proses koloid dichromated, cyanotype dan kallitype kadang-kadang disebut juga emulsi. Pemaparan (exposure) radiasi gelombang elektromagnetis (cahaya) pada emulsi fotografi merupakan proses utama dalam pembentukan gambar fotografi secara kimiawi. Cahaya diarahkan sedemikian rupa pada melalui sebuah celah kecil (baca: pin hole pada kamera obcura atau aperture pada lensa) menuju medium berisi emulsi dalam waktu tertentu yang disesuaikan dengan kepekaan emulsi terhadap cahaya. (lihat penjelasan lengkap dalam bagian exsposure) Hukum Reciprocity (Law of Reciprocity photography) menjelaskan bagaimana intensitas cahaya dan durasi diatur sedemikian rupa untuk menentukan pajaran (exposure). Alih-alih hukum reciprocity dapat didefinisikan sebagai hubungan antara kecepatan rana (shutter speed) dan celah diagfragma (aperture) untuk menghasilkan total paJaran yang dibutuhkan. Perubahan pada setiap elemen diantara keduanya diukur menggunakan skala ukuran yang disebut sebagai “stops” dimana satu satuan stop setara diantara kedua komponen tersebut. Fotografi sebagai seni (Photography as an art)Jika kita membicarakan tentang fotografi sebagai seni maka kita akan membicarakan tentang Seniman, Medium dan Karya seni sebagai suatu kesatuan. Fotografi sebagai seni dimulai dari adanya gagasan (ide) dari seniman (photographic artist) tentang sebuah karya yang akan dia buat atau hasilkan. Gagasan tersebut selanjutnya akan dibuat atau dituangkan kedalam sebuah medium tertentu yang selanjutnya hasilnya disebut karya seni. Sebagai contoh R. C. Gorman yang membuat karya "Night Stories" dalam sebuah medium yang disebut color lithography.Selain tiga komponen dasar tersebut, hal lain yang juga penting dalam fotografi sebagai seni adalah keberadaan "subjek" dan "pemirsa". Subjek dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang nyata dimana karya seni dimulai. Pemirsa adalah sesuatu yang kompleks, Ia dapat menjadi jutaan orang yang tersebar di banyak tempat di belahan dunia ini yang ada dalam kurun waktu selama berabad-abad. Mengatakan bahwa subjek adalah sesuatu yang nyata tidak berarti bahwa objek harus selalu bersifat fisik. Subjek seni dapat berupa pikiran yang datang pada seniman dalam bentuk citra psikologis yang kompleks dan memberi pengaruh yang kuat pada seniman itu sendiri. Hal yang sama juga berlaku pada “pemirsa” adalah kompleks pemirsa tidak harus berarti bahwa mereka hanya melakukan beberapa tindakan secara fisik seperti "melihat" atau mengamati karya seni, akan tetapi pemirsa dapat terlibat dengan karya seni dengan banyak cara seperti terpengaruhi oleh karya seni tersebut lebih dari sekedar apresiasi untuk memahami atau menafsirkannya. Fotografi sebagai karya seni adalah sebuah proses yang telah terjadi selama satu setengah abad yang lalu hingga sekarang untuk menempatkan fotografi sebagai seni. Bagi kebanyakan orang, fotografi lebih bermakna hanya sebuah media reproduksi. Bagi seniman fotografi, fotografer tidak hanya seorang teknisi yang "dioperasikan medium" dan dengan cara itu menghasilkan foto. namun fotografi lebih bermakna sebagai karya dirinya dalam sebuah medium.Banyak fotografer besar pada akhir abad 19 dan awal abad 20 berusaha untuk memvalidasi fotografi sebagai seni dengan sengaja menghasilkan gambar berfokus lembut dan meniru teknik melukis kontemporer. Salah satu tokoh paling vokal dalam fotografi seni adalah Alfred Stieglitz. Edward Weston, Ansel Adams, Imogen Cunningham, pada waktu selanjutnya mendirikan kelompok fotografer-seniman yang disebut kelompok f/64. Mereka menciptakan gambar yang sangat tajam dan rinci dengan tujuan eksplisit menunjukkan fotografi yang bisa diakui nilai artistiknya sebagai karya seni. Salah satu karya Cunningham yang paling terkenal dari periode f/64 adalah "Magnolia Blossom" (1925). Adams selanjutnya membuat gerakan "straight photography" untuk memperkuat keberadaan fotografi sebagai seni. Fotografi sebagaimana dunia seni secara umum bermakna tentang kebebasan berkarya seorang seniman pada media yang dipilihnya untuk membangun sebuah karya seni. Tulisan Nadil Puteri pindah pada halaman Pencahayaan dan Pajaran |
Fotografiana >